pengaruh konsumsi pangan terhadap menstruasi dini


PENDAHULUAN
            Anak adalah amanah yang diberikan Allah kepada umat-Nya. Oleh karena itu sudah sewajarnya kita menjaga dan menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Segala upaya kita lakukan demi kebaikan, kebahagiaan, dan masa depan anak kita. Demikian juga dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan rohani akan diupayakan orangtua semata-mata demi kebaha-giaan anak-anaknya.
            Tidak dapat dipungkiri krisis ekonomi yang berkepanjangan dan era globalisasi yang sedang melanda saat ini membawa dampak adanya kecenderungan kedua orangtua (bapak ibu) sama-sama mengambil peran ganda, yaitu peran publik dan peran domestik. Kesibukan orangtua ini membawa pada munculnya kecenderungan ”hidup serba cepat dan praktis” dengan prinsip yang penting semuanya berjalan lancar dan tidak menim-bulkan masalah besar.
            Sebagai orangtua kita berusaha mengawasi perkembangan dan pertumbuhan anak dari hari ke hari dan memenuhi kebutuhan makan anak-anaknya. Namun satu hal penting sering terlupakan, yaitu mengontrol pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang dan menanamkan pola konsumsi pangan yang sesuai dengan anjuran kesehatan. Mung-kin terbersit di pikiran kita, apa pentingnya orangtua memperhatikan hal itu, jika kenyataannya anak-anak ”enjoy” saja dan dapat membeli makanan yang sesuai dengan seleranya.
Sebagai orangtua tentunya kita menginginkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya normal dan baik, namun jika ternyata terjadi penyimpangan kita tentu tidak dapat mengelak. Saat ini ada fenomena pada anak-anak perempuan yang mengalami menstruasi dini yang kemungkinan ada kaitannya dengan pola konsumsi pangan mereka? Seperti apakah hubungan itu dan perlukah kita mewaspadai terjadinya menstruasi (menarkhe) dini terhadap kesehatan mereka ? Untuk mengetahui hal tersebut, maka pada kesempatan ini marilah kita bahas bersama-sama.
 
 POLA KONSUMSI PANGAN YANG SEIMBANG
            Setiap manusia memerlukan makan dan minum untuk kelangsungan hidupnya (bukan sebaliknya hidup untuk makan dan minum). Makan memang kebutuhan primer, namun bukan berarti tidak ada aturannya, artinya ada batas-batas konsumsi berbagai makanan yang baik untuk menjaga kesehatan. Tubuh kita adalah buatan Allah, bukan buatan manusia, dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan menjalankan metabolisme setiap saat, tanpa perlu diperintah. Namun demikian, sebagai makhluk yang diciptakan, kita memiliki kewajiban untuk menjaga semua bagian tubuh kita dengan sebaik-baiknya agar tidak melebihi batas kemampuan tubuh dalam mencerna makanan yang kita konsumsi.
            Berkaitan dengan hal itu, maka dalam mengonsumsi makanan kita harus mem-perhatikan keseimbangan jenis makanan sesuai dengan usia, jenis kelamin, banyaknya aktivitas, dan kondisi tertentu yang sedang kita alami, misalnya sakit, hamil, dan lain-lain. Setiap orang memerlukan lima kelompok zat gizi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah cukup, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Selain itu manusia juga memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai proses metabolisme dalam tubuh (Depkes RI, 1995: 3).
            Secara umum masing-masing zat gizi memiliki fungsi utama bagi tubuh. Karbo-hidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh, protein sebagai zat pembangun tubuh, dan lemak sebagai cadangan energi. Berbagai macam vitamin, yaitu A, B, C, D, E, K diperlukan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil tetapi harus ada. Demikian juga dengan keberadaan berbagai mineral, seperti Ca, P, Fe, F, Na, Cl, K, dan I meski sedikit diperlukan, tetapi jika tidak terpenuhi dapat mengganggu pertumbuhan dan kesehatan manusia. Air adalah kebutuhan vital bagi tubuh, karena tanpa air semua proses metabo-lisme dalam tubuh tidak akan berlangsung. Hal ini karena semua proses yang terjadi dalam tubuh memerlukan pelarut, selain itu air berfungsi pula sebagai penstabil tempe-ratur tubuh (Kartasapoetra & Marsetyo, 2003: 4 - 8).
            Semua zat gizi dapat dipenuhi oleh kita dari berbagai sumber makanan yang bervariatif, tidak selalu harus sama. Sebagai contoh, untuk pemenuhan karbohidrat tidak harus dipenuhi dari nasi, tetapi dapat pula dari jenis pangan lain, seperti ubi, roti, dan kentang. Namun kebiasaan yang berkembang di masyarakat kita, meskipun sudah makan roti misalnya, tetapi tetap mengatakan belum makan sebelum makan nasi, padahal keduanya merupakan sumber karbohidrat. Ada pula yang mengonsumsi beraneka ragam jenis makanan, tetapi sebenarnya merupakan sumber zat gizi yang sama. Sebagai contoh, makan nasi dengan lauk telur, ikan, ayam, tempe, tahu bersama-sama, yang kesemuanya merupakan sumber protein. Nampaknya memang beraneka ragam, tetapi hal itu tidak memenuhi menu gizi seimbang, sebab yang dimaksud seimbang adalah peme-nuhan kebutuhan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dari makanan yang dikonsumsi, bukan beraneka ragam jenis makanan tetapi hanya memenuhi salah satu zat gizi.   
            Allah menyediakan semua yang ada di alam semesta ini untuk dimanfaatkan manusia. Apapun boleh kita manfaatkan, termasuk memanfaatkan hewan dan tumbuhan yang dapat dikonsumsi sebagai sumber zat gizi. Namun harus dipahami bersama bahwa kebutuhan tubuh kita akan zat gizi ada batas-batasnya, demikian pula kemampuan tubuh kita dalam mencerna dan menyerap zat gizi tersebut. Hal inilah yang terkadang dilupakan oleh kita semua, karena kita merasa mampu membeli apapun jenis makanan yang ada.
            Betapa Maha Besar Allah, Dia mengetahui apa yang terbaik bagi umat-Nya, Dia mengetahui apa yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Kita diberi asam amino non esensial, yaitu asam amino yang tidak perlu didatangkan dari luar, sudah ada di dalam tubuh kita, karena Dia tahu bahwa tubuh kita membutuhkan itu. Sebagai contoh, asam amino glisin yang mampu mengikat asam benzoat atau natrium benzoat (bahan pengawet) yang ada pada berbagai makanan instant hingga menjadi asam hipurat yang dikeluarkan bersama urine. Namun glisin yang ada dalam tubuh kita jumlahnya terbatas, sehingga jika kita mengonsumsi makanan dengan bahan pengawet berlebihan, tentunya tubuh tidak mampu lagi menetralisir, akibatnya akan terakumulasi dalam tubuh dan menimbulkan suatu pe-nyakit. Demikian juga lemak dibutuhkan oleh tubuh kita sebagai cadangan energi, tetapi jika kita mengonsumsi makanan sumber lemak berlebihan akan menyebabkan penyakit, seperti obesitas, jantung koroner, dan lain-lain. Dengan demikian kalimat bijak yang mengatakan ”sebaik-baiknya perkara adalah yang di tengah-tengah” dan ”makanlah sebe-lum lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang” adalah tepat, karena segala sesuatu yang berlebihan maupun yang kurang tidaklah baik, yang terbaik adalah yang ”pas” atau sewajarnya sesuai dengan kebutuhan diri kita.

PENGARUH POLA KONSUMSI MAKAN TERHADAP TERJADINYA MENSTRUASI DINI
            Kita semua berharap semua makanan yang kita konsumsi bermanfaat bagi tubuh, artinya makanan tersebut tidak menyebabkan gangguan pada tubuh. Untuk memenuhi harapan itu, maka kita harus mengetahui tentang fungsi, manfaat, dan dampak dari berba-gai jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari agar kita tidak asal makan.
            Salah satu zat gizi yang sangat dibutuhkan tubuh sebagai zat pembangun adalah protein. Dalam tubuh kita protein dapat berupa enzim dan hormon yang sangat berguna sebagai katalis dan pengatur metabolisme serta sintesis berbagai bagian penting dalam tubuh (Wirahadikusumah, 1989: 34 – 35). Protein terutama dibutuhkan oleh mereka yang sedang dalam masa pertumbuhan, seperti pada masa remaja. Oleh karena itu remaja memerlukan lebih banyak protein dibandingkan mereka yang telah melewati masa remaja. Protein yang mereka konsumsi mempengaruhi produksi somatopedin, yaitu suatu fasili-tator pertumbuhan yang diproduksi oleh hati sebagai hormon pertumbuhan (growth hormone) yang berfungsi sebagai penggerak utama kematangan seksual (www.menar khe.com). Selain itu protein juga berfungsi dalam sintesis beberapa hormon yang penting bagi remaja putri, yaitu hormon estrogen, progesteron, hormon lutinasi (Luteinizing Hormone/LH), dan hormon perangsang folikel (Folikel Stimulating Hormone/FSH) yang berperan ketika mereka memasuki masa pubertas, yaitu masa menstruasi awal yang dikenal dengan istilah menarkhe.
            Sebagai orangtua tentunya menginginkan anaknya tumbuh secara baik dan cepat. Oleh karena itu orangtua selalu berusaha memberikan asupan gizi yang berupa sumber protein secara berlebihan, karena mendasarkan pengetahuan mereka bahwa protein baik untuk pertumbuhan. Tindakan seperti itu kurang tepat, karena pemberian protein yang berlebihan berakibat pada cepatnya kematangan seksual mereka, sehingga akhirnya memperoleh menstruasi (menarkhe) lebih dini. Hal ini karena kelebihan protein akan digunakan untuk pembentukan hormon-hormon pemicu kematangan seksual dan akhirnya mereka mengalami menarkhe pada usia yang terlalu dini dimana mereka belum menge-tahui cara merawat dan memelihara organ reproduksinya ketika sedang menstruasi.
            Selain protein, kelebihan konsumsi karbohidrat dan lemak juga dapat memicu terjadinya menstruasi (menarkhe) dini akibat kelebihan berat badan (obesitas). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dr. Rajalaksmi Laksmana dari Universitas Cambridge yang menyatakan sebagian besar kasus menstruasi dini berkaitan dengan jumlah lemak di dalam tubuh perempuan (www.tempointeraktif.com).
Penerapan pola konsumsi pangan yang berlebihan akan meningkatkan kerja organ-organ tubuh sebagai bentuk haemodialisa, yaitu kemampuan tubuh untuk menetra-lisir agar kembali ke keadaan semula dengan berusaha mengeluarkan kelebihan tersebut. Adanya peningkatan kerja organ-organ itu akan mempengaruhi pula organ seksual pada perempuan untuk bekerja secara maksimal, baik berupa peningkatan progesteron, estrogen, LH, dan FSH. Salah satu gangguan yang terjadi adalah gangguan siklus mens-truasi yang terlalu cepat datangnya (menarkhe dini). Selain nutrisi, menarkhe juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti genetik, keadaan lingkungan, status sosial ekonomi, dan pendidikan.

RESIKO MENSTRUASI (MENARKHE) DINI
            Dalam jurnal ”American Journal of Epidermiology” dikemukakan bahwa menarkhe seringkali dihubungkan dengan usia pendek (www.Dechacare.com). Hal ini bukan tanpa alasan, tetapi berdasarkan beberapa penelitian, diantaranya hasil penelitian yang menyatakan bahwa mereka yang menarkhe pada usia 10/11 tahun beresiko meninggal 10% lebih cepat dibandingkan mereka yang menarkhe pada usia 14 tahun. Hal ini tetap berlaku meskipun faktor sosial ekonomi dan berat badan ikut dipertimbangkan sebagai variabel. Salah satu penyebab yang terdeteksi dari penelitian ini adalah semakin tingginya tingkat anak-anak yang kelebihan berat badan dimana lemak tubuh membantu memicu dan mempertahankan siklus menstruasi.
Hasil penelitian tersebut dikuatkan oleh dokter spesialis kebidanan dan kandung-an, Dr. Ifsal Asril, SpOG yang menyatakan selama masih menstruasi, hormon estrogen akan tetap eksis dalam tubuh perempuan. Ketika seorang perempuan mengalami mens-truasi dini, maka akan mengalami masa menopause secara dini pula. Hal ini berarti pada usia yang relatif masih muda, hormon estrogen sudah tidak ada, padahal hormon ini ber-fungsi mencegah serangan jantung dan melindungi tulang. Dengan demikian menopause dini berakibat pada hilangnya perlindungan terhadap serangan jantung dan tulang, sehingga resiko terkena gangguan jantung dan tulang relatif besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Karen, dkk yang menyebutkan bahwa remaja putri yang mengalami menarkhe dini (usia di bawah 11,9 tahun) beresiko menderita penyakit kardiovaskular. Menstruasi dini yang berpengaruh terhadap datangnya menopause dini juga berakibat pada menipisnya kulit dan keriput karena semakin menurunnya estrogen. Selain itu terjadi penumpukan lemak di beberapa tempat tertentu di bawah kulit, seperti di pinggang dan di lengan bagian atas (josh.com@yahoo.com).
Resiko lainnya yang dapat terjadi pada remaja putri yang mengalami menarkhe dini adalah kaitannya dengan perawatan dan pemeliharaan organ reproduksinya. Seorang remaja putri yang baru berusia 10 - 11 tahun tentunya masih dapat dikatakan anak-anak. Mereka belum mengetahui secara mendalam tentang pentingnya pemeliharaan organ reproduksinya, apalagi jika orangtuanya (terutama ibu) tidak mau memberikan penjelasan atau nasehat kepada putrinya perihal seputar kesehatan organ reproduksi.
Contoh sederhana dalam pemilihan dan penggunaan pembalut, jika salah memilih dan menggunakannya akan berpengaruh pada kesehatan organ reproduksi. Coba bayangkan, jika kita sebagai orangtua tidak peduli dengan hal itu, maka sudah dapat dipastikan anak akan berkembang sendiri dan bertanya-tanya tentang hal itu hanya pada teman sebayanya yang sebenarnya juga belum memahami secara benar tentang bagai-mana memilih dan menggunakan pembalut yang benar. Penggunaan pembalut yang tidak benar dapat menyebabkan iritasi bahkan infeksi pada organ reproduksinya, Jika hal ini dibiarkan terus menerus, apalagi anak tidak mengeluh pada orangtua, maka dapat ber-akibat fatal menyebarnya bakteri masuk ke dalam kandung kemih dan terjadilah penyakit infeksi kandung kemih. Bahkan kanker serviks dapat disebabkan karena pemakaian pembalut yang basah dan tidak segera diganti. Demikian juga pemilihan jenis pembalut yang aman bagi kesehatanpun perlu diketahui, seperti dari bahan apa pembalut itu dibuat. Persoalannya, apakah anak seusia 10 – 11 tahun sudah dapat diberi penjelasan dan pe-ngertian tentang hal itu, meskipun dengan bahasa yang mudah dan sederhana. Di sinilah diperlukan kesadaran orangtua (terutama ibu) dalam membimbing dan mendampingi putri-nya agar mereka mengerti arti menstruasi bagi diri dan kesehatannya.

KESIAPAN ANAK DALAM MENGHADAPI MASA PUBERTAS
Dengan datangnya menstruasi pada remaja putri berarti mereka memasuki masa pubertas. Pada masa ini umumnya mereka mencoba mencari identitas diri dan ingin diakui keberadaan/eksistensi dirinya dalam lingkungannya, baik lingkungan sekolah maupun masyarakat. Gejolak mental emosional remaja biasanya meletup-letup karena adanya perubahan draktis sebagai akibat perkembangan fisik dan psikis. Perubahan fisik ditunjukkan dengan bertambah dan berkembangnya ukuran tubuh. Perubahan psikis berupa perubahan mental emosional dari alam anak-anak ke alam dewasa. Mereka dikatakan anak-anak sudah tidak mau, dikatakan dewasa masih jauh dari kematangan sikap dan pola pikir. Datangnya menstruasi seringkali dapat menimbulkan kecemasan dan tertekan. Bagi remaja putri yang biasanya aktivitasnya banyak, datangnya menstruasi seringkali dijadikan kambing hitam yang menghambat aktivitasnya.
Bagi sebagian besar anak putri masalah pubertas biasanya berakibat pada psikisnya, karena perubahan hormon dapat menyebabkan remaja menjadi lebih sensitif,  mudah marah/tersinggung, agresif, dan suka membangkang. Namun kondisi fisik juga dapat menjadi sesuatu yang menakutkan bagi mereka, seperti munculnya jerawat, pertambahan berat badan yang mencolok, bertambahnya keringat yang keluar, badan terasa lesu, dan menjadi malas (Anonim, 2001: 22 – 23).
Problematika yang sering dihadapi remaja yang dalam masa pubertas diantaranya keinginan melihat film/baca buku porno, ketertarikan dengan lawan jenis, dan salah pergaulan, dan keingintahuan yang besar terhadap sesuatu yang dianggap tabu. Sebagai orangtua, kita harus memahami hal itu sebagai sesuatu yang wajar, tetapi kita harus mengarahkan pada hal-hal positif yang dapat membawa pada kebaikan.
Seringkali dalam aktivitas mencari dan menunjukkan identitas dan eksistensi diri tersebut remaja berusaha bergaul dengan semua temannya, baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat. Mereka tidak mau bila dicap sebagai remaja “kuper” atau “gaptek”. Sebenarnya apa yang mereka lakukan itu baik-baik saja asal masih dalam jalur yang benar dan untuk tujuan yang positif. Oleh karena itu, peran orangtua sangat penting untuk selalu mengawasi dan mengarahkan anak-anaknya yang sedang berada dalam tingkatan remaja. Terlebih lagi saat ini kita berada dalam era teknologi dimana remaja dengan mudahnya memperoleh informasi dalam waktu yang singkat, baik melalui internet, CD, maupun media elektronik lainnya.
 Salah satu masalah yang sangat esensial untuk diperhatikan adalah tentang seks bebas (free sex). Masa pubertas membawa pada kecenderungan remaja putri untuk mencoba sesuatu yang baru, yang kadang-kadang tidak memikirkan dampak negatifnya. Salah satunya adalah ketertarikan kepada lawan jenis, sampai keinginan untuk berpa-caran, meskipun masih ”bau kencur”. Sebagai orangtua kita harus dapat memonitoring (tetapi tidak memata-matai) kepada anak kita agar tidak terjerumus ke dalam pemahaman yang salah tentang free sex. Siraman rohani perlu selalu diberikan kepada mereka agar tidak salah jalan, karena hanya dengan iman yang kuat anak-anak kita tidak akan mudah kena pengaruh yang secara etika moral, sosial, susila, dan norma agama tidak diperkenankan.
Di luar negeri (misal Perancis, Amerika), pendidikan seks secara formal diberikan kepada anak-anak setingkat SD dan SMP di Indonesia dengan tujuan agar mereka mengetahui akibat yang ditimbulkan bila melakukan hubungan badan dan bagaimana cara mengatasinya. Anak-anak kita tidak mendapatkan pendidikan seks sebagai mata pela-jaran formal, tetapi hanya terselip diantara mata pelajaran biologi, PPKn, atau hanya sekedar nasihat/informasi tambahan di tengah-tengah pelajaran (sebagai hidden curri-culum). Oleh karena itu, bagi anak-anak yang rasa ingin tahunya tinggi kemudian mencoba mencari informasi sendiri dari berbagai sumber, seperti internet, CD, atau media lainnya. Bila ini tidak termonitoring, baik oleh orangtua, saudara, maupun guru, maka bisa saja informasi yang diperoleh tersebut disalahgunakan karena penasaran atau keinginan membuktikan sesuatu yang dilihatnya. 
            Anak adalah harta yang sangat berharga bagi orangtua, sehingga kedatangannya di dunia ini selalu disambut dengan luapan kegembiraan. Ketika masih bayi mereka kita timang-timang, kita doakan agar menjadi orang yang berguna di kemudian hari. Namun demikian, ketika mereka menginjak remaja banyak permasalahan yang muncul, mulai dari pergaulannya, sekolahnya, perilakunya, bahasanya, dan lain-lain yang kesemuanya itu menjadikan kita berpikir bahwa sungguh berat mendidik anak. Ketika kecil dengan mudahnya kita mengarahkan, dan mereka tidak pernah protes, selalu patuh. Sangat berbeda, ketika menginjak remaja apapun yang kita nasihatkan selalu ada jawabannya.
            Namun semua itu sebenarnya tidak akan terjadi bila anak-anak kita diberi dasar agama yang kuat. Agama apapun mengajarkan kita untuk berbuat baik dan meninggalkan hal yang buruk. Bila sedari kecil mereka ditanamkan nilai-nilai agama yang benar, maka keimanan mereka akan bertambah kuat ketika mereka menginjak usia remaja. Agama diawali dari rasa percaya, dan bila rasa percaya itu diikuti dengan memahaminya lebih mendalam, maka dapat digunakan sebagai perisai diri dari berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Hati nurani yang bersih adalah hati nurani yang terisi oleh berbagai kebaikan yang dapat mengalahkan berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya.

PENUTUP
Setiap orangtua pasti sangat menyayangi anak-anaknya dan berusaha membaha-giakannya. Apapun kebutuhan anak, orangtua akan senantiasa berusaha memenuhinya. Namun demikian segala pemenuhan kebutuhan hidup yang berlebihan pasti berdampak kurang baik terhadap kehidupan anak itu nantinya. Pemenuhan pola konsumsi makan yang seimbang, pemberian kasih sayang yang tidak berlebihan, tidak selalu menuruti kehendaknya, dan memberikan bekal keimanan yang kuat adalah hal terbaik yang harus kita lakukan kepada anak-anak kita agar mereka tumbuh dan berkembang dengan baik.
Perlu kita ingat bersama, bahwa anak perlu didampingi tetapi bukan dimata-matai, mereka perlu diberi tauladan bukan diajari atau disuruh, mereka perlu didengarkan bukan hanya disuruh mendengar, dan mereka perlu dibekali bukan untuk dicekoki  (Rieny Hasan, 1999).  Semoga kita dapat menjadi orangtua yang baik yang mampu membukakan masa depan yang cerah bagi anak kita dan dapat menjaga amanah Allah SWT (Amiin).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2001). Tubuh wanita serta perubahan-perubahan yang dialaminya. Jakarta: Gunung Jati.

Depkes RI. (1995). Panduan 13 pesan dasar gizi seimbang. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Kartasapoetra & Marsetyo. (2003). Ilmu gizi, korelasi gizi, kesehatan, dan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Rieny Hasan. (1999). Mendampingi anak menyongsong millenium 3, ditinjau dari segi psikologis. Makalah Seminar Sehari NOVA. Yogyakarta : Hotel Santika.

Wirahadikusumah, M. (1989). Biokimia, protein, enzim, dan asam nukleat. Bandung: ITB.

www.Dechacare.com. Menstruasi dini berkaitan dengan umur. Diakses pada tanggal 6 Mei 2010 jam 20.00.

www.menarkhe.com. Pengaruh status gizi terhadap sistem reproduksi. Diakses pada tanggal 8 Mei 2010 jam 13.00.

www.tempointeraktif.com. Waspadai menstruasi dini. Diakses pada tanggal 6 Mei 2010 jam 20.15.

josh.com@yahoo.com. Hubungan aktivitas fisik dengan usia menarkhe. Diakses pada tanggal 8 Mei 2010 jam 13.30.
 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger