Perdarahan
antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu.
Klasifikasi
perdarahan antepartum yaitu :
1. Plasenta previa
1. Plasenta previa
2. Solusio
plasenta
3. Perdarahan
antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)
Ciri-ciri plasenta
previa :
1. Perdarahan
tanpa nyeri
2. Perdarahan
berulang
3. Warna
perdarahan merah segar
4. Adanya anemia
dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya
perlahan-lahan
6. Waktu
terjadinya saat hamil
7. His biasanya
tidak ada
8. Rasa tidak
tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung
janin ada
10. Teraba
jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan
kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi
mungkin abnormal.
Ciri-ciri solusio
plasenta :
1. Perdarahan
dengan nyeri
2. Perdarahan
tidak berulang
3. Warna
perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia
dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya
tiba-tiba
6. Waktu
terjadinya saat hamil inpartu
7. His ada
8. Rasa tegang
saat palpasi
9. Denyut jantung
janin biasanya tidak ada
10. Teraba ketuban
yang tegang pada periksa dalam vagina
11. Penurunan
kepala dapat masuk pintu atas panggul
12. Tidak
berhubungan dengan presentasi
Plasenta Previa
Plasenta previa
merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri
internum). (2)
Klasifikasi
plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu tertentu : (2)
1. Plasenta previa
totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa
lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa
marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan
lahir.
4. Plasenta previa
letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan
lahir.
Etiologi plasenta
previa belum jelas.
Diagnosis plasenta
previa :
1. Anamnesis :
adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu
dan berlangsung
tanpa sebab.
2. Pemeriksaan
luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka
kepala belum masuk
pintu atas panggul.
3. Inspekulo :
adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk
menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak
plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui
kanalis servikalis
tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan
perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja
operasi.
Penatalaksanaan
plasenta previa :
1. Konservatif
bila :
a. Kehamilan
kurang 37 minggu.
b. Perdarahan
tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal
pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama
15 menit).
2. Penanganan
aktif bila :
a. Perdarahan
banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan
37 minggu atau lebih.
c. Anak mati
Perawatan
konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan
hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
- Memberikan
antibiotik bila ada indikasii.
- Pemeriksaan USG,
Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari
tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan
mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila
timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan
senggama.
Penanganan aktif
berupa :
- Persalinan per
vaginam.
- Persalinan per
abdominal.
Penderita
disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni
dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Plasenta previa
marginalis
2. Plasenta previa
letak rendah
3. Plasenta
lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk
pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya
sedikit perdarahan
maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin
pada partus per
vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi
kehamilan). Bila
terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
Indikasi melakukan
seksio sesar :
- Plasenta previa
totalis
- Perdarahan
banyak tanpa henti.
- Presentase
abnormal.
- Panggul sempit.
- Keadaan serviks
tidak menguntungkan (beelum matang).
- Gawat janin
Pada keadaan
dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan pemasangan cunam
Willet atau versi Braxton Hicks.
Solusio Plasenta
Solusio plasenta
adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta pada implantasi normal
sebelum janin lahir. (2)
Klasifikasi
solusio plasenta berdasarkan tanda klinis dan derajat pelepasan plasenta yaitu
:
1. Ringan :
Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin
hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma
lebih 120 mg%.
2. Sedang :
Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau
janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus
tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan
plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi solusio
plasenta belum jelas.
Penatalaksanaan
solusio plasenta :
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.
Pada solusio
plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan,
memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat
mungkin. Penatalaksanaannya meliputi :
1. Pemberian
transfusi darah
2. Pemecahan
ketuban (amniotomi)
3. Pemberian infus
oksitosin
4. Kalau perlu
dilakukan seksio sesar.
Bila diagnosa
solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang
terjadi minimal 1000 cc sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000
cc. Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding
uterus dan untuk mempercepat persalinan diberikan infus oksitosin 5 UI dalam
500 cc dekstrose 5 %.
Seksio sesar
dilakukan bila :
1. Persalinan
tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.
2. Perdarahan
banyak.
3. Pembukaan tidak
ada atau kurang 4 cm.
4. Panggul sempit.
5. Letak lintang.
6. Pre eklampsia
berat.
7. Pelvik score
kurang 5.
Vasa Previa
Vasa previa
merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan
vilamentosa yakni pada selaput ketuban. (2)
Etiologi vasa
previa belum jelas.
Diagnosis vasa
previa :
Pada pemeriksaan
dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat
dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka
akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau
bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah
selaput ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya
dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer-Betke serta hapusan darah
tepi.
Penatalaksanaan
vasa previa :
Sangat bergantung
pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih
dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan
kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup
matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin sudah meninggal atau
imatur, dilakukan persalinan pervaginam.
Daftar Pustaka
1. Pengurus
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan
Antepartum.
Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. I. Jakarta.
1991 : 9-13.
2. Gasong MS,
Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS, Ujung Pandang, 1997.
Sumber :
Pedoman Diagnosis
dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul
Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat,
dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.