Kurikulum
Pendidikan Tinggi Farmasi
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun perubahan orientasi Farmasi sebagai ilmu
dan profesi juga berkembang mengikuti zaman. Kurikulum Pendidikan Tinggi
Farmasi mulai berubah secara drastis pada awal tahun 80-an. Perubahan ini
ditandai oleh penerapan Sistem Kredit Semester, penerapan Kurikulum Inti dalam
rangka penyeragaman pendidikan tinggi Farmasi di seluruh Indonesia, dan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang dikembalikannya fungsi
Apotik sebagai tempat pengabdian profesi Apoteker.
Perkembangan di
era sembilan puluhan dimulai dengan terbitnya Undang-Undang No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 30/Tahun 1990
tentang Pendidikan Tinggi, Konsep Link and Match (1993) oleh DepDikBud; dan di
sektor kesehatan diterbitkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Perkembangan terakhir ialah diterbitkannya PP 60/ Tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi, yang merupakan penyempurnaan PP No.30/Tahun 1990 Tentang Pendidikan
Tinggi, dan PP No.61/ Tahun 1999,
tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum. Peraturan
Pemerintah yang terakhir ini pada dasarnya memberikan otonomi kepada
perguruan tinggi untuk penyelenggaraan pendidikan akademik dan profesional,
yang disertai akuntabilitas (pertanggungjawaban), melalui akreditasi,
yang dilakukan melalui evaluasi, untuk meningkatkan kualitas
secara berkelanjutan. (Paradigma Baru Pendidikan Tinggi , KPPT-JP 1996-2005)
Kebijaksanaan
pemerintah yang tertuang dalam berbagai perundang-undangan itu semuanya mengacu
pada Tujuan Pembangunan Nasional seperti yang tercantum dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mempengaruhi pula arah, tujuan dan orientasi pendidikan
kefarmasian, dan kurikulum pendidikannya.
VI.6 Sistem Kredit Semester
Sistem
Kredit Semester ialah sistem pengadministrasian pendidikan yang memberikan
bobot SKS pada hasil upaya peserta didik maupun pendidik. Untuk Sarjana Farmasi
ditetapkan jumlah bobot 114-160 SKS sebagai suatu kebulatan studi yang dapat
diselesaikan dalam 9 Semester, dan 2 Semester untuk program profesi Apoteker.
VI.7 Kurikulum
Inti
Kurikulum
Inti Bidang Farmasi merupakan hasil rumusan Konsorsium Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, DepDikBud pada tahun 1980 yang diberlakukan tahun 1983 dengan
SK DirJenDikTi. Kurikulum Inti (1983) dapat dilihat pada Tabel berikut menurut
pengelompokan mata kuliah dan sebaran SKS :
Kelompok
|
Kurikulum
Inti (SKS)
|
Di
luar Kurikulum Inti
(SKS)
|
Jumlah
SKS
|
Mata kuliah Dasar Umum (MKDU)
|
6
|
8 - 10
|
14
- 16
|
Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK)
|
54
|
11
- 18
|
65
- 72
|
Mata Kuliah Keahlian Utama (MKKU)
|
54
|
11
- 18
|
65
- 72
|
(Kimia Farmasi
|
12
|
||
Farmasetik
|
12
|
||
Farmakognosi
|
12
|
||
Farmakologi
|
12
|
||
Tugas Akhir
|
6
|
||
Mata kuliah Pilihan(MKP)
|
(termasuk
mata kuliah di luar Kurikulum Inti)
|
114
114 - 160
Catatan
:
1.
Antara MKDK dan MKDU dibuat berimbang dengan maksud
agar supaya mahasiswa lebih fleksibel untuk mengembangkan diri baik terjun ke
masyarakat, maupun melanjutkan ke program Pascasarjana.
2.
Masing-masing MKKU mendapat jumlah SKS yang sama dengan
maksud memberi kesempatan yang seimbang kepada masing-masing bidang untuk
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing
universitas/institut.
MKP dapat diisi dengan mata kuliah
dalam bidang studi atau di luar bidang studi untuk memperluas wawasan, juga
dimaksudkan untuk diisi dengan mata kuliah yang sesuai dengan Pola Ilmiah Pokok
masing-masing universitas/institut.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
American
Pharmaceutical Association, The National Professional Society of Pharmacicts,
“The Final Report of the Task Force on Pharmacy education, Washington DC.
2.
College
Handbook (Nov.1992), MONASH University, The Office of University Development for
the Victorian College
of Pharmacy, Melbourne, Victoria.
3.
Forum
Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil Rapat Tahunan
(1992).