Pendidikan Tinggi Farmasi Negeri

Forum Komunikasi Pendidikan Tinggi Farmasi Negeri
Sejak 1984 telah dibentuk Forum Komunikasi oleh pimpinan pendidikan tinggi Farmasi Negeri (Dekan atau Ketua Jurusan) yang bertemu sekali setahun sebagai wadah sumbang saran dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan pendidikan. Beberapa kesepakatan penting antara lain :
  1.  usaha penyeragaman status pendidikan tinggi Farmasi menjadi Fakultas Farmasi.
  2. usaha penyeragaman lulusan Farmasis, khususnya Apoteker dengan menetapkan kurikulum minimal selain Kurikulum Inti.
  3. pelaksanaan ujian negara bagi Perguruan Tinggi Swasta (sekarang ini sudah dihapus)
  4.   pengembangan program studi baru, misalnya D-III Farmasi, Pascasarjana Farmasi, dan Spesialis.
FORKOM PTFN beranggotakan 8 perguruan tinggi negeri yang menyelenggarakan pendidik Farmasi dan Apoteker. Sejak tahun 2000 perkembangan perguruan tinggi swasta semakin pesat sehingga dibentuk Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, yang beranggotakan semua pendidikan tinggi farmasi, negeri dan swasta. Tercatat saat ini perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Sarjana Farmasi di Indonesia berjumlah 8 (negeri) dan 23 (swasta)

VI.10    Dampak PP 25/80 terhadap Pendidikan Apoteker
Sejak dikeluarkannya PP 25/80 diwajibkan kepada para Apoteker untuk mengikuti pelatihan tambahan sebagai Apoteker Pengelola Apotik (APA). Dengan dikeluarkannya PP tersebut maka kemampuan dan keterampilan Apoteker sebagai Pengelola Apotik perlu ditingkatkan, khususnya dalam bidang manajemen, komunikasi personal, farmakologi dan kewiraswastaan dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pengabdian profesi di Apotik. Pelatihan ini dilaksanakan untuk semua Apoteker yang sudah mempunyai izin kerja dengan pemberian sertifikat Apoteker Pengelola Apotik (APA). Setelah itu pada tahun 1984 materi kompetensi APA itu diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan Apoteker.
VI.11 Konsep Link and Match
Dalam rangka pembinaan Sistem Pendidikan Nasional, sejak Agustus 1993 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diumumkan kebijakan keterkaitan (link) dan keterpadanan (match) sebagai salah satu strategi di bidang pendidikan. Inti dari konsep ini ialah relevansi pendidikan yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam program-program pendidikan, sedangkan latar belakang permasalahan yang mendasari konsep ini ialah kenyataan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara kesempatan kerja menurut proyeksi penyediaan tenaga kerja (DepTenaKer), dengan luaran pendidikan menurut tingkat pendidikannya.

Upaya peningkatan relevansi dalam sistem pendidikan dapat diartikan bahwa hasil pendidikan harus memberikan dampak bagi pemenuhan dunia kerja, kehidupan di masyarakat, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Upaya peningkatan relevansi ini perlu dioptimalkan agar lulusan dapat memperoleh keterampilan dan keahlian sesuai (keterpadanan) kebutuhan masyarakat pada umumnya dan kebutuhan lapangan kerja (keterkaitan) pada khususnya baik dilihat dari segi jumlah dan komposisinya menurut keahlian, mutu keahlian dan keterampilannya maupun sebaran serta efisiensinya.
Dikaitkan dengan konsep DepDikBud tersebut, pendidikan tinggi farmasi perlu membenahi diri untuk menghasilkan tenaga yang jumlahnya cukup (kuantitas) untuk mengisi kebutuhan lapangan kerja yang diproyeksikan, dan lebih meningkatkan kualitasnya lulusan agar mempunyai keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pendidikan tinggi farmasi di Indonesia baik negeri maupun swasta setiap tahun diperkirakan dapat memproduksi lulusan Apoteker sebanyak 500 orang. Jumlah Apoteker saat ini (1993) diperikirakan 4500 orang. Dengan perhitungan rasio 1 orang Apoteker untuk 20.000 orang, dan perkiraan penduduk Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 200 juta orang, berarti diperlukan tenaga Apoteker sebanyak 10.000 orang, yang belum dapat dihasilkan oleh perguruan tinggi di Indonesia (7 tahun @ 500 =  3500 orang). Dari segi kualitas Apoteker sebagai profesi ang mendapat pengakuan masyarakat, perlu ditingkatkan dan diadakan diversifikasi menurut keahlian yang sepadan denga kebutuhan masyarakat. Konsep “Link and Match” saat ini masih dilanjutkan dengan nama lain.
VII   PENDIDIKAN  TINGGI  FARMASI  DI  LUAR  NEGERI     [1,2]
Kurikulum pendidikan tinggi Farmasi dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan kefarmasian (state of the art) dalam suatu negara, karena perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kefarmasian akan diejawantahkan dalam kurikulum pendidikan tingginya.

Sekedar melakukan perbandingan, pada tabel di bawah ini disajikan perbedaan pendidikan tinggi Farmasi di Indonesia dengan beberapa pendidikan tinggi di luar negeri :

Farmasis
Master
Doktor
Indonesia
4 ½ th.
+ 1 th. profesi
+ 2 th.
+ 3 th.
Australia
3 th.
+ 1 th. Profesi
(akan diseragamkan   4 th + 1)
Master of Pharmacy
+ 2 th.
Doctor of Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)
Amerika Serikat
2 th. (Pre-  professional)
4 th. (Professional)
Pharm. Doctor)
Master of Science
+ 2 th.
Doctor of Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)

Sejak tahun 1996 di Amerika Serikat hanya ada 1 jalur untuk mencapai profesi Pharmacist, yaitu Pharmaceutical Doctor yang membutuhkan waktu 6 tahun (2 tahun pre-professional + 4 tahun professional). Di Australia juga akan diseragamkan lama waktu studi Pharmacist (Bachelor of Pharmacy = B.P.) menjadi (4 + 1) tahun. Di samping program pascasarjana di bidang penelitian (Master dan Doctor), sama halnya di Indonesia, di Australia juga disediakan program Graduate Diploma di bidang tertentu (Hospital Pharmacy; Industrial Pharmacy) bagi Farmasis yang ingin meningkatkan keahliannya, khususnya keterampilan.

VII.1   Pendidikan Tinggi Farmasi di Australia  [2]
Pendidikan tinggi Farmasi di Australia secara khusus mendidik calon Farmasis untuk dapat bekerja sebagai seorang profesional di masyarakat, berbeda dengan di Indonesia yang mendidik mahasiswa juga sebagai calon peneliti (ada jalur akademik dan jalur profesi). Yang dapat menjadi peneliti hanya terbatas pada lulusan yang mencapai Honours Degree (lulusan dengan pujian) agar dapat melanjutkan ke jenjang Master of Pharmacy atau Doctor of Philosophy. Hal ini tergambarkan pada Tujuan Pendidikan dan Materi sebagai berikut :
Tujuan Pendidikan
1.       memahami ilmu dasar dan terapan yang cukup, agar dengan bertambahnya pengalaman, mampu mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuannya pada lingkungan profesi praktis.
2.       memiliki keterampilan ”dispensing” dan keterampilan lain yang sesuai agar setelah menjalani magang (1 th.) dapat berpraktek sebagai Farmasis yang kompeten.
3.       memperoleh keterampilan berkomunikasi yang cukup untuk berpraktek sebagai Farmasis yang kompeten dengan bertambahnya pengetahuan.
4.       mengembangkan ciri, kualitas dan pandangan pribadi terhadap etika dan standar profesi yang diperlukan untuk berpraktek sebagai profesional di bidang kesehatan secara bertanggung jawab.
5.       mempunyai komitmen untuk mempertahankan dan mengembangkan pengetahuan dasarnya dengan cara melanjutkan proses pendidikan selama karirnya.
Pengetahuan mendalam (detailed knowledge)….
Materi yang diperlukan untuk pencapaian tujuan di atas yang perlu dikuasai secara mendalam  ialah mengenai :
(a)    ciri struktur dan sifat fisiokimia obat sebagai dasar untuk memahami mekanisme molekuler dari aksi obat; faktor yang mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi; dan tentang desain bentuk sediaan.
(b)    fisiologi manusia dan farmakologi sebagai dasar untuk pengobatan penyakit; optimasi pengobatan, menghindari efek samping, kontraindikasi, efek bertentangan dan reaksi toksis.
(c)    formulasi dan pembuatan obat menjadi bentuk sediaan yang tepat untuk optimasi kemanfaatn terapetik.
(d)   penyerahan obat kepada penderita (individu) sesuai dengan persyaratan legalitas, terapetik dan profesional.
(e)    peraturan perundang-undangan tentang praktek profesional farmasi.
Pengetahuan secara umum (general knowledge) tentang……
(f)     keadaan penyakit manusia secara umum agar dapat memahami dasar-dasar terapi obat secara rasional.
(g)    pengenalan dan pengobatan penyakit biasa (minor ailments) dan kemampuan menentukan perlunya merujuk penderita kepada profesional kesehatan lain.
(h)    teknik membimbing penderita dan berkomunikasi dengan profesi kesehatan lain mengenai penggunaan obat yang sesuai dan tentang masalah lain yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.
(i)      sumber informasi yang relevan dan kemampuan untuk mengevaluasi dan menggunakannya secara kritis.
Pengertian mengenai….
(j)      proses yang berkaitan dengan pengembangan obat baru dan persetujuan mengenai bahan obat baru untuk tujuan terapetik.
(k)    pereaksi dan uji diagnostik yang umum digunakan, yang sesuai dengan praktek kefarmasian.
(l)      kedudukan Farmasi dalam sistem pemeliharaan kesehatan.
(m)  bahaya yang berkaitan dengan bahan kimia tertentu yang umum digunakan.
(n)    penggunaan salah dan penyalahgunaan obat, bahan obat dan zat lain.
(o)    nutrisi, yang berpengaruh pada penyakit dan pengobatannya.
Garis Besar Matakuliah
Matakuliah kefarmasian di Australia itu sifatnya ”berorientasi-obat” dan berorientasi-pasien”, meliputi 4 bidang utama :
1.       Pharmaceutical Chemistry (segi kimia dari obat).
2.       Pharmacology (aksi obat).
3.       Pharmaceutics (bentuk dan pemberian obat)
4.       Pharmacy Practice (aplikasi ketiga di atas pada praktek kefarmasian)
VII.2  Pendidikan Tinggi Farmasi di Amerika Serikat
Pendidikan Tinggi Farmasi (Pharmacist) di Amerika Serikat, sejak tahun 1996 telah diseragamkan hanya melalui 1 jalur, yaitu Pharmaceutical Doctor  yang berlangsung selama 6 tahun. Perubahan kurikulum pendidikan ini disebabkan oleh tuntutan kemampuan profesional seorang Farmasis di masyarakat yang semakin meningkat dan memerlukan tambahan pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu dasar dan pengetahuan lain di luar kefarmasian, misalnya pengetahuan mengenai komputer.  Pada saat itu, profesi Pharmacist menempati ranking teratas paling mulia di mata masyarakat.  Hal ini disebabkan karena keahlian dan kemampuan profesi pharmacist seanntiasa dikaji dan dikembangkan agar lebih sesuai dengan kebutuhan (link and match).  Kajian tentang perubahan kurikulum pendidikan pharmacist ini dihasilkan oleh suatu Satuan Tugas Pendidikan Farmasi (Task Force on Pharmacy Education) yang dibentuk oleh Ikatan Sarjana Farmasi Amerika Serikat (American Pharmaceutical Association, The National Professional Society of Pharmacists), yang telah bekerja dalam kurun waktu yang cukup lama.

DAFTAR PUSTAKA

1.    American Pharmaceutical Association, The National Professional Society of Pharmacicts, “The Final Report of the Task Force on Pharmacy education, Washington DC.
2.    College Handbook (Nov.1992), MONASH University, The Office of University Development for the Victorian College of Pharmacy, Melbourne, Victoria.
3.    Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil Rapat Tahunan (1992).
4.    Gennaro, A.R. [Ed.]  (1990) “ Remington’s Pharmaceutical Sciences”, Mack Publishing Co, Easton, Pennsylvania.
5.    Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XIII, N0.XIII/Kongres XIII/ISFI/1989 tentang Standar Profesi Apoteker dalam Pengabdian Profesi di Apotik.
6.    Ketut Patra dkk. (1988) “ 60 Tahun Dr. Midian Sirait, Pilar-Pilar Penopang Pembangunan di Bidang Obat”, Penerbit P.T.Priastu, Jakarta.
 

Link Kesehatan Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger