TERAPI
OKUPASI DAN REHABILITASI
I. PENDAHULUAN
A. Sejarah okupasiterapi
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk
mempertahankan hidup atau survival. Namun juga diketahui sebagai sumber
kesenangan. Dengan bekerja seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya,
misalnya dengan melakukan permainan (game), latihan gerak badan , kerajinan
tangan dan lain-lain, dan hal ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena
ketidak aktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya
hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan
pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara
pengobatan pasiennya.
Di mesir dan yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah
salah suatu media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain music, bermain
boneka untuk anak-anak, bermain bola.
Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia. Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu
bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga
digunakan sebagi pengalihan perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar
kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka okupasiterapi mulai berkembang dan
diterapkan pada abad 19. Philipina pinel memperkenalkan terapi kerja pada tahun
1786 disuatu rumah sakit jiwa diparis. Dia mengatakan bahwa dengan
okupasi/pekerjaan pasien jiwa akan dikembalikan kearah hidup yang normal dan
dapat meningkatkan minatnya. Juga sekaligus memelihara dan mempraktikan
keahlian yang dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai
seseorang yang produltif.
Pada tahun 1982 Adolf Meyer dari amerika melaporkan bahwa penggunaan waktu
dengan baik yaitu dengan mengerjakan aktivitas yang berguna ternyata merupakan
suatu dasar terapi pasien neuripsikiatrik. Meyer adalah seorang psikiater.
Isterinya adalah seorang pekerja sosial mulai menyusun suatu dasar yang
sistematis tentang pengguanaan aktivitas sebagai program terapi pasien jiwa.
Masih banyak lagi ahli-ahli terkenal yang berjasa dalam pengembangan
okupasiterapi sebagai salah satu terapi khususnya untuk pasien mental terutama
dari amerika, eropa dan lain-lain. Risetpun masih tetap dilakukan guna lebih
mengefektifkan penggunaan okupasiterapi untuk terapi pasien mental.
B. Pengertian okupasitarapi dan rehabilitasi medic
Okupasiterapi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan kemampuan, dan mempermudah belajar
keahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan
lingkungan. Juga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi dan atau
memperbaiki ketidak normalan (kecacatan), dan memelihara atau meningkatkan
derajat kesehatan.
Okupasiterapi lebih dititik beratkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada
pada seseorang kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu
mengatasi masalah-masalah yang diharapkannya.
Okupasiterapi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media.
Tugas pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan
terapis disesuaikan dengan tujjuan terapis itu sendiri. Jadi bukan hanya
sekedar kegiatan untuk membuat seseorang sibuk.
Sebagai tujuan utama okupasiterapi adalah membentuk seseorang agar mampu
berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada pertolongan orang lain.
Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri dari usaha
medik, sosial, edukasional dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang
untuk mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin. Rehabilitasi
medik adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medic khususnya untuk mengurangi
invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas yang ada.
C. Fungsi dan tujuan okupasiterapi
Okupasiterapi adalah terapan medic yang terarah bagi pasien fisik maupun mental
dengan menggunakan aktivitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan
kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin.
Aktivitas tersebut adalah berbagai macam kegiatan yang direncanakan dan
disesuaikan dengan tujuan terapi.
Pasien yang dikirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan okupasiterapi adalah
dengan maksud sebagai berikut:
1. Terapi khusus untuk pasien mental/jiwa
- Menciptakan suatu kondisitertentu sehingga pasien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
- Membantu dalam melampiaskan gerakan-gerakan emosi secara wajar dan produktif.
- Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.
- Membantu dalam pengumpulan data guna penegakan diagnose dan penetapan terapi lainnya.
- Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan.
- Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telpon, televise, dan lain-lain), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain.
- Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
- Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang masih ada.
- Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien sebagai langkah dalam pre-cocational training. Dari aktivitas ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja, sosialisasi, minat, potensi dan lain-lainnya dari si pasien dalam mengarahkannya kepekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
- Membantu penderita untuk menerima kenyatan dan menggunakan waktu selama masa rawat dengan berguna.
- Mengarahkan minat dan hoby agar dapat digunakan setelah kembali ke keluarga.
Program okupasiterapi adalah bagian dari pelayanan medik untuk tujuan
rehabilitasi total seseorang pasien melalui kerja sama dengan petugas lain
dirumah sakit. Dalam pelaksanaan okupasiterapi keliahatannya akan banyak
overlapping dengan terapi lainnya, sehingga dibutuhkan adanya kerjasama yang
terkoordinir dan terpadu.
D. Peranan okupasiterapi/pekerjaan untuk terapi
Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui
aktivitas manusia dihubungkan deengan lingkungan, kemudian mempelajarinya,
mencoba keterampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi
kebutuhan fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang digunakan sebagai dasar dalam
pelaksanaan okupasiterapi, baik bagi penderita fisik maupun mental.
Aktivitas dalam okupasiterapi digunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi
pasien waktu mengerjakan suatu aktivitas dan dengan menilai hasil pekerjaan dapat
ditentukan arah terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut.
Penting untuk diingat bahwa aktivitas dalam okupasiterapi tidak untuk
menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskusi yang terarah setelah
penyelesaian suatu aktivitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan
tersebutlah terapis dapat mengarahkan pasien. Melalui diskusi tersebutlah
pasien belajar mengenal dan mengatasi persoalannya.
Melalui aktivitas pasien diharapkan akan berkomunikasi lebih baik untuk
mengekpresikan dirinya. Melalui aktivitas kemampuan pasien akan dapat diketahui
baik oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri. Dengan menggunakan alat-alat
atau bahan-bahan dalam melakukan suatu aktivitas pasien akan didekatkan dengan
kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan kelemahannya.
Mengerjakan suatu aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya
intraksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi, dan
menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensiannya berhubungan
dengan orang lain.
II. AKTIVITAS
Aktivitas yang digunakan dalam okupasiterapi sangat dipengaruhi sangat
dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan,
keterampilan, minat dan kreativitasnya).
1. Jenis
Jenis aktivitas dalam okupasiterapi adalah :
- Latihan gerak badan
- Olahraga
- Permainan
- Kerajinan tangan
- Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
- Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
- Praktik pre-vokasional
- Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)
- Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun dan lain-lain)
- Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio atau keadaan lingkungan).
- Dan lain- lain
2. Karakteristik aktivitas
Aktivitas dalam okupasiterapi adalah segala macam aktivitas yang dapat
menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar
dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasaan emosional maupun fisik.
Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan daladm okupasiterapi harus
mempunyai karakteristi sebagai berikut :
- Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi bukan hanya sekedar menyibukan pasien
- Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan pasien.
- Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
- Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
- Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidak-tidaknya memelihara koondisinya.
- Harus dapat member dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
- Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
- Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan dengan kemampauan pasien.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktivitas:
- Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah dikontrol, ulet, kasar, kotor, halus dan sebagainya.
- Apakah aktivitas rumit atau tidak
- Apakah perlu dipersiapkan sebelum dilaksanakan
- Cara pemberian instruksi bagaimana
- Bagaimana kira-kira setelah hasil selesai
- Apakah perlu pasien membuat keputusan
- Apakah perlu konsentrasi
- Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
- Apakah diperlukan kemampuan berkomunikasi
- Berapa lama dapat diselesaikan
- Apakah dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterampilan pasien.
- Dan sebagainya
3. Analisa aktivitas
Untuk dapat mengenal karakteristik maupun potensi atau aktivitas dalam rangka
perencanaan terapi, maka aktivitas tersebut harus dianalisa terlebih dahulu.
Hal-hal yang perlu dianalisa adalah sebagai berikut:
a. Jenis aktivitas
b. Maksud dan tujuan penggunaan aktivitas tersebut (sesuai dengan tujuan
terapin)
c. Bahan yang digunakan:
• Khusus atau tidak
• Karakteristik bahan:
Mudah ditekuk atau tidakü
Mudah dikontrol atau tidakü
Menimbulkan kekotoran atau tidakü
Licin atau tidakü
Rangsangan yang dapat ditimbulkan:
Taktilü
Pendengaranü
Pembauanü
Penglihatanü
Perabaanü
Gerakan sendi, dan sebagainyaü
• Warna
Macam-macamnya dan namanyaü
Banyaknyaü
d. Bagian-bagian aktivitas
- Banyaknya bagian
- Rumit atau sederhana
- Apakah membutuhkan pengulangan
- Apakah membutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan:
- Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
- Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
- Apakah bahan telah tersedia atau harus dicari terlebih dahulu
- Apakah ruangan untuk melaksanakan harus diatur
f. Pelaksanaan
• Apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya:
Konsentrasiü
Ketangkasanü
Rasa social diantara pasienü
Kemampuan mengatasi masalahü
Kemampuan bekerja sendiriü
Toleransi terhadap frustasiü
Kemampuan mengikuti instruksiü
Kemampuan membuat keputusanü
g. Apakah aktivitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksi diantara
mereka
h. Apakah aktivitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif,
penilaian, ingatan, komprehensi, dan lain-lain.
i. Apakah aktivitas tersebut melibatkan imajinasi, kreativitas, pelampiasan
emosi dan lai-lain
j. Apakah ada kontra indikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus
bertindak hati- hati, karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya
(misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda tajam)
k. Yang penting lagi adalah pakah disukai oleh pasien
III.
INDIKASI UNTUK OKUPASITERAPI
- Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian perkembangan psikososialnya
- Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang lain
- Tingkah lau tidak wajar dalam mengekpresikan perasaan atau kebutuhan yang primitive
- Ketidak mampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula
- Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang mengalami kemunduran
- Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu aktivitas dari pada dengan percakapan
- Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktikannya dari pada dengan membayangkan
- Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya
- Dan sebagainya
IV.
PROSES OKUPASITERAPI YANG BENAR
Dokter yang mengirimkan pasien untuk okupasaiterapi akan menyertakan juga data
mengenai pasien berupadiagnosa, masalahnya dan juga akan menyatakan apa yang
perlu diperbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang
lebih banyak untuk keperluan diagnose, atau untu terapi, atau untuk
rehabilitasi
Setelah pasien berada diunit okupasiterapi maka terapis akan bertindak sebagai
berikut:
1. Koleksi data
Data biasa didapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang disertakan
waktu pertama kali pasien mengujungi unit terapi okupasional. Jika dengan
mengadakan interviu dengan pasien atau keluarganya, atau dengan mengadakan
kunjungan rumah. Data ini diperlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien.
Proses ini dapat berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan
2. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang
masalah dan atau kesulitan pasien. Ini dapat berupa masalah dilingkungan
keluarga atau pasien itu sendiri
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien maka dapat disusun daftar tujuan terapi
sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun jangka panjangnya
4. Penentuan aktivitas
Setelah tujuan terapi ditetapkan maka dipilihlah aktivitas yang dapat mencapai
tujuan terapi tersebut. Dalam proses ini pasien dapat diikut sertakan dalam
menentukan jenis kegiatan yang kan dilaksanakan sehingga pasien merasa ikut
bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaannya. Dalam hal ini harus diingat
bahwa aktivitas itu sendiri tidak akan menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
sebagai media untuk dapat mengerti masalahnya dan mencoba mengatasinya dengan
bimbingan terapis. Pasien itu sendiri harus diberitahu alasan-alasan mengenai
dia harus mengerjakan aktivitas tersebut sehingga dia sadar dan diharapkan akan
mengerjakannya dengan aktif.
5. Evaluasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai dengan tujuan
terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi selanjutnya sesuai
dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi dapat direncanakan
kemudian mengenai peneyesuain jenis aktivitas yang kan diberikan. Namun dalam
hal tertentu penyesuain aktivitas dapat dilakukan setelah bebrapa waktu setelah
melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang efektif terhadap pasien.
Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
- Kemampuan membuat keputusan
- Tingkah laku selama bekerja
- Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai kebutuhan sendiri
- Kerjasama
- Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
- Inisiatif dan tanggung jawab
- Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
- Menyatakan perasaan tanpa agresi
- Kompetisi tanpa permusuhan
- Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
- Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas pendapatnya tersebut
- Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya
- Wajar dalam penampilan
- Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
- Kemampuan menrima instruksi dan mengingatnya
- Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
- Kerapian bekerja
- Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
- Toleransi terhadap frustasi
- Lambat atau cepat
- Dan lain sebagainya yang dianggap perlu
V.
PELAKSANAAN
1. Metode
Okupasiterapi dapat dilakukan baik secara indivisual, maupun berkelompok,
tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi dan lain-lain:
a. Metode individual dilakukan untuk:
- Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien
- Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu kelomppok bila dia dimasukan dalam kelompok tersebut
- Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif
b. Metode kelompok dilakukan untuk:
• Pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hamper bersamaan, atau dalam
melakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi bebrapa pasien sekaligus.
Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka
terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan
menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih
mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok
disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakaukan, dan kemampuan terapis
mengawasi.
2. Waktu
Okupasiterapi dilakukan antara 1 – 2 jam setiap session baik yang individu
maupun kelompok setiap hari,dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan
terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Ini dibagi menjadi
dua bagian yaitu ½ - 1 jam untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan dan 1 – 1 ½
jam untuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan
tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi
tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.
3. Terminasi
Keikut sertaan seseorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri
dengan dasar bahwa pasien :
• Dianggap telah mampu mengatsi persolannya
• Dianggap tidak akan berkembang lagi
• Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi